Blogger news

10.29.2012

Wakaf Tunai (Tantangan dan Peluang)

 WAQAF TUNAI
PELUANG DAN TANTANGANNYA
Oleh : Adi Hasan Basri

A.    Pendahuluan
Ketika diutarakan kata “Wakaf” maka kerap sekali kata-kata itu diarahkan kepada suatu benda yang tidak bisa bergerak, seperti waqaf tanah, bangunan, pohon untuk diambil manfaatnya, dan lain sebagainya.
Seperti yang terjadi pada pemahaman kebanyakan masyarakat, bahwa waqaf itu hanya dapat dilakukan dalam bentuk benda yang tidak bergerak. Seperti orang mewaqafkan tanah untuk kepentingan sekolah atau madrasah.
Akhir-akhir ini muncul pembahasan tentang waqaf dalam bentuk barang yang bergerak yang mana kebanyakan orang menyebut dengan Waqaf Tunai atau Cash Waqf. Masyarakat muslim khususnya yang ada di Indonesia masih banyak yang belum memahami apa yang dimaksud dengan waqaf tunai dan bagai mana masyarakat dapat melakukan waqaf tersebut.
Untuk dapat memahami tentang wacana yang berkembang dalam hukum islam maka sehendaknya masyarakat turut mengikuti perkembangan dari pada hukum itu sendiri, masyarakat hendaknya senantiasa menambah wawasan baru yang selalu dibahas dalam forum-forum tertentu.
Untuk menambah pengetahuan dari pada penulis dan serta memberika sosialisasi terhadap masyarakat maka dalam makalah ini penulis akan membahas tentang apa yan dimaksud dengan waqaf tunai, dasar hukum dari pada waqaf tunai, strategi pengelolaan waqaf tunai, serta peluang dan hambatannya tak lupa hikmah dari pengelolaan dan pemberdayaan waqaf tunai.
B.      Waqaf Tunai
1.      Pengertian Waqaf Tunai
Scara bahasa kata Waqaf berarti Habs yang artinya menahan. Hal ini sebagaimana perkataan seorang Waqafa Yaqifu Waqfan, artinya Habasa Yahbisu Habsan. Sedangkan secara syara’ yagn dimaksud dengan waqaf adalah menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah.[1]
Kata Waqafa Yaqifu Waqfan, sama artinya dengan Habasa Yahbisu Habsan. Dan kata Al-Waqf dalam bahasa arab mengandung beberapa pengertian, Yaitu[2] :

Artinya : “Menahan, Menahan harta untuk diwaqafkan, tidak dipindah milikkan.”
Dalam peristilahan syara’ secara umum, waqaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal (Tahbisul Ashli), lalu menjadikan manfaatnya itu agar tidak diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan dan sejenisnya. Sedangkan cara pemanfaatannya adalah menggunakan sesuai dengan kehendak pemberi waqaf tanpa imbalan. [3]
Sedangkan menurut Kompilasi Hukul Islam di Indonesia pada buku III, Hukum Perwaqafan pasal 215, maka Waqaf adalah : “Perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memindahkan sebagian darimiliknya dan melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum sesuai dengan ajaran Islam.[4]
Sedangkan dalam buku UU RI NJo. 41 than 2004 tentang Waqaf pada Bab I diterangkan pengertian waqaf adalah “Perbuatan hukum waqif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagaian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya dan atau untuk jangkan waktu tertentu sesuai dengan kepentingan guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.[5]
Berdasarkan beberapa pengertian tentang waqaf tersebut baik secara bahasa maupun istilah, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan waqaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum atau kelompok atau kelompok orang yang menyisihkan sebagaian dari harta miliknya untuk diambil hasilnya atau dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.
Merujuk pada pengertian waqaf tersebut dapat dipahami bahwa bentuk benda yang dapat diwakafkan dapat berupa apa saja asalkan dapat diambil manfaatnya bagi kepentingan mensejahteakan orang banyak. Akan tetapi di kalangan masyarakat waqaf yang sangat popular adalah masih terbatas pada persoalan tanah dan bangunan yang diperuntukan untuk tempat ibadah.
Dewasa ini ada waqaf bentuk baru yang berbentuk tunai atau Cash, yang biasa disebut dengan waqaf tuani atau Cash waqf yang ditawarkan oleh Prof. MA Mannan, Ahli Teori ekonomi dari Bangladesh. Yang dimaksud dengan waqaf tuani adalah benda bergerak yang manfaatnya untuk kepentingan pendidikan, riset, rumah sakit, pemberdayaan ekonomi lemah dan lain-lain. [6] sedangkan menurut ketetapan fatwa MUI tentang wakaf tuani yang dimaksud dengan waqaf tunai atau waqf al-Nuqud adalah “waqaf yan dilakukan seseorang, kelompok orang atau Lembaga dan badan hukum dalam bentuk uang tunai”.[7] Konsep waqaf tuani dapat diinfakkan dalam bentuk uang tunai, harta lancer yang berupa modal financial yang disimpan di bank-bank atau lembaga keuangan, atau berupa saham perusahaan yang hasilnya dapat dipergunakan untuk kemaslahatan umat. [8]
Dengan demikian wakaf tunai merupakan wakaf dalam bentuk benda bergerak yang minimal pelaksanaannya dalam bentuk uang. Secara ekonomi wakaf tunai sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia, karena dengan model wakaf ini daya jangkauan mobilisasinya akan jauh lebih merata  kepada sebagian anggota masyarakat dibandingkan dengan model wakaf tradisional-konvensional, yaitu dalam bentuk harta fisik yang biasannya dilakukan oleh keluarga yang terbilang relative mampu (kaya).
Wakaf tuan dapat dilakukan oleh siapa saja, karena wakif tidak memerlukan jumlah uang yang besar untuk dibelikan tanah. Wakaf dapat diberikan dalam satuan –satuan yang kecil, misalnya di Indonesia, sebuah sertifikat wakaf tuani yang dikelurkan oleh sebuah lembaga wakaf resmi dapat dibayar menurut satuan Rp. 5.000,- ini memungkinkan partisipasi atau memperluas jumlah wakif. Dengan demikian wakaf tunai sangat perlu disosialisasikan di Indonesia demi memberantas kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, umat islam khususnya.
2.      Dasar Hukum Wakaf Tunai
Menurt fatwa MUI tentang wakaf tunai yang ditetakan di Jakarta pada tanggal 11 Mei 2002, menetapkan bahwa hukum wakaf tunai adalah jawaz atau boleh [9] dengan dasar hukum :
a.       Al-Qur’an
Allah telah mensyari’atkan wakaf, menganjurkan dan menjadikan sebagai salah satu cara pendekatan diri kepada Allah.
Surat Al-Hajj ayat 77 :

Artinya : “Perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapatkan kemenangan.” (Al-Hajj ; 77)
Surat Ali Imran ayat 92 :

Artinya : Kamu Sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagaian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Al-Imran : 92)
Surat Al-Baqarah ayat 261 :




Artinya : “Perumpamaan (Nafkah yang dikeluarkan oleh) Orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan benih yang menumbuhkan tujuh butri, pada setiap butir-butir seratus biji allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki dan Allah Maha Luas (Karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui )Al-Baqarah : 261)
b.      Hadist Nabi SAW



Artinya : Dari Abu Hurairah ra, Sesungguhnya Rasulullah SAW, bersabda ; Apabila anak adam Manusia meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara yaitu shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakan orang tuanya. (H.R Muslim)




Artinya : Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, ia berkata kepada Nabi Muhammad SAW, saya mempunyai seratus saham di khaibar, belum pernah saya mendapatkan harta yang lebih saya kagumi melebihi itu, saya bermaksud menyedekahkannya. Nabi SAW berkata :Tahanlah pokoknya dan sedekahkan buahnya pada sabililah (H.R An Nasa’i)
c.       Pendapat Ulama
Imam Bukhori Mengungkapkan bahwa imam Az-Zuhri berpendapat dinar dan dirham boleh diwaqafkan, caranya adalah dengan menjadikan dinar dan dirham itu sebagai modal usaha/ dagang kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf.[10]
Wahab Az-Zuhaili juga mengungkapkan bahwa mazahb hanafi membolehkan wakaf tunai sebagai pengecualian atas dasar istihsan bi al-Urfi, karena sudah banyak dilakukan masyarakat, yang dilakukan dengan cara mudhorobah dan keuntungannya disedekahkan kepada pihak wakaf.
3.      Stategi pengelolaan Wakaf Tunai
Menurut Djunaidi dan Thobieb Strategi yang dapat dilakukan dalam mengelola waqaf tunai yaitu :
a.       Regulasi peraturan perundang-undangan perwakafan.
Peraturan perundang-undangan tentang wakaf sebelum lahir UU No 41 tahun 2004 yaitu PP No 28 Tahun 1977 dan UU no 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok Agraria, hanya mengatur benda-benda wakaf tidak bergerak dan diperuntukan lebih banyak untuk kepentingan ibadah mahdhah, seperti masjid, pesantren, kuburan dan lain-lain. Karena keterbatasan cakupannya, peraturan perundang-undangan perwakafan diregulasi agar perwakafan dapat diberdayakan dan dikembangkan secara lebih produktif.[11]
b.      Pembentukan Badan Wakaf Indonesia
Wakaf memerlukan manajemen tersendiri dalam baitul Mal. Untuk konteks indonesi, lembaga wakaf yang secara khusus akan mengelola dana wakaf dan berpotensi secara nasional berupa Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang bertugas mengkordinir nadzir-nadzir yang sudah ada dan mengelola secara mandiri terhadap harta wakaf yang dipercayakan kepadanya, khususnya wakaf tunai. Fungsi BWI ini diharapkan dapat membantu baik dalam pembiayaan maupun pengawasan terhadap para nadzhir untuk dapat melakukan pengelolaan wakaf khusunya wakaf tunai secara produktif.[12]
Untuk itu, dalam BWI diperlukan sumber daya manusia yang berkompeten, berdedikasi tinggi dan memiliki komitmet dalam pengembangan wakaf serta memahami masalah wakaf.
c.       Optimalisasi UU otonomi daerah dan Perda
Otonomi daerah sangat memberikan peluang bagi pengembangan dan pemberdayaan pengelolaan wakaf. Di samping itu, yang di butuhkan oleh masing-masing daerah adalah terdapatnya visi kedaerahan yang berorientasi pengentasan kemiskinan melalui cara-cara yang islami.[13]
Jika masing-masing daerah yang memiliki sumber daya daerah yang cukup memadai, maka bukan tidak mungkin bahwa lembaga perwakafan dibentuk melalui Peraturan Daerah (Prda) dan khusus mengatur tentang kemungkinan dan kelayakan wakaf, baik yang menyangkut wakaf konvensional, wakaf uang dan bentuk wakaf lainnya.
d.      Pembentukan Kemitraan Usaha
Untuk Mendukung keberhasilan pengembangan aspek produktif dana-dana wakaf tunai perlu diarahkan pemanfaatan dana tersebut kepada sector usaha yang produktif dengan lembaga usaha yang memiliki reputasi yang baik. Salah satu caranya adalah dengan membentuk dan menjalin kerjasama dengan perusahaan modal Ventura.
Beberapa pertimbangan atas pemilihan antara lain :
Ø  Bentuk dan Mekanisme kerja perusahaan modal ventura sangat sesuai dengan model pembiayaan dalam system keuangan islam, yaitu mudhorobah.
Ø  Dana yang berasal dari wakaf tunai dapat digunakan untuk jangka waktu yang relative panjang dalam bentuk penyertaan.
Ø  Dapat membangun hubungan bisnis yang relative intensif dan berkesinambungan antara lembaga wakaf dan perusahaan modal ventura sehingga memungkinkan terjaminya perkembangan usaha bagi kedua belah pihak.
Ø  Aspek pengawasan penyertaan dana pada perusahaan modal ventura menjadi lebih mudah.[14]
Selain bekerjasama dengan perusahaan modal ventura dalam mengelola danmengembangkan dana waqaf tunai, bisa juga dengan bekerjasama dengan lembaga perbankan syari’ah, lembaga investasi usaha, investasi perseorangan yang memiliki modal cukup, lembaga perbankan internasional, lembaga swadaya masyarakat, dan lain sebagainya.
e.       Penerbitan Sertifikat Wakaf Tunai
Serifikat wakaf tunai dimaksudkan sebagai instrument pemberdayaan keluarga kaya dalam memupuk interaksi sosial sekaligus mewujudkan kesejahteraan Sosial. [15]
Selain itu dengan sertifikat wakaf tunai mengubah kebiasaan lama di mana kesempatan waqaf seolah-olah hanya untuk orang-orang kaya saja. Karena sertifikat wakaf tunai seperti yang diterbitkan oleh lembaga pengelola zakat dapat terbeli oleh sebagian besar masyarakat muslim. Bahkan sertifikat tersebut dapat dibuat dalam pecahan yang lebih kecil.[16] Dengan demikian sertifikat wakaf tunai diharapkan dapat menjadi sarana bagi rekonstruksi sosial danpembangunan, dimana mayoritas penduduk dapat ikut berpartisipasi.
4.      Strategi Pemberdayaan Wakaf Tunai
Untuk mengelola, memberdayakan dan mengembangkan wakaf tunai yang strategis, tentu saja menjadi persoalan yang cukup serius. Karea itu diperlukan strategi Rill agar bagaimana wakaf tunai tersebut dapat segera diberdayakan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat banyak. Strategi Rill dalam memberdayakan wakaf tunai adalah dengan kemitraan.
Dengan demikian pemberdayaan dalam wakaf tunai sangat membutuhkan kerja sama dengan semua pihak seperti pemerintah, ulama, kaumprofesional, cemdekiawan, pengusaha, arsitektur, perbankan, lembaga-lembaga bisnis, lembaga penjamin dan keuangan syari’ah serta masyarakat umum, khusunya umat islam di seluruh Indonesia. [17]
Dengan Strategi yang demikian potensi wakaf akan mempunyai peranan yag cukup penting dalam tatanan ekonomi nasional terlebih disaat Indonesia sedang mengalami krisis yang sangat memprihatinkan. Namun yang jelas dalam memberdayakan wakaf tunai ini diperlukan profesionalisme dan intergritas pengelola wakaf yang didukung oleh semua pihak yang berkepentingan, khususnya pemerintah yang memegang seluruh kebijaksanaan strategis. Sehinga dengan demikian wakaf khususnya wakaf tunai bukan saja menjadi rangkaian doktrin keagamaan yang tersentuh oleh semua penafsiran baru, namun wakaf mampu menjawab berbagai problematika sosial yan deialami oleh umat manusia.
5.       Peluang dan tantangan pengelolaan dan pemberdayaan wakaf tuani
a.       Peluang pengelolaan dan pemberdayaan wakaf tunai.
ü  Konsep fikih wakaf yagn fleksibel yaitu terbuka terhadap penafsiran-penafsiran baru, dinamis, sehingga wakaf merupakan potensi yang cukup besar untuk dikembangkan sesuai dengan kebutuhan zaman.
ü  Banyaknya jumlah penduduk muslim kelas menengah ke atas di Indonesia merupakan potensi yang sangat besar untuk merealisasikan wakaf tunai.
ü  Tumbuhnya minat masyarakat untuk menggali potensi system ekonomi syari’ah.
ü  Banyaknya bermunculan lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan syari’ah yang mendidik sumber daya manusia yang berkualitas baik, bersamaan dengan semangat yang tinggi untuk menerapkan system ekonomi syari’ah. [18]
b.      Tantangan Pengelolaan dan pemberdayaan wakaf tunai
ü  Kebekuan umat islam terhadap paham wakaf, seperti keyakinan sebagian umat Islam bahwa harta wakaf tidak boleh ditukar dengan alasan apapun, kebanyakan masyarakat mempercayakan harta wakafnya kepada seseorang yang dianggap tokoh dalam lingkungannya yang tidak diketahui persis kemampuannya yang madzir tersebut, dan harta yang diwakafkan adalah harta yang tidak bergerak.
ü  Kebanyakan nadzir wakar yang masih tradisional.
ü  Pengaruh krisis ekonomi politik dalam negeri. [19]
C.     Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dalam pembahasan tersebut, maka pemakalah mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.      Wakaf tunai atau waqaf an-Nuqud adalah waqaf yang dialakuakan seseorang, kelompok orang atau lembaga dan badan hukum dalam bentuk uang tunai.
2.      Dasar Hukum dari wakaf tunai adalah al-Qur’an, Hadist nabi SAW, Ijtihad pada ulama dan peraturan pemerintah/ undang-undang.
3.      Strategi pengelolaan wakaf yaitu dengan cara Regulasi peraturan perundang-undangan perwakafan, Pembentukan Badan Wakaf Indonesia, Optimalisasi UU otonomi daerah dan Perda, Pembentukan Kemitraan Usaha, Penerbitan Sertifikat Wakaf Tunai.
4.      Peluang pengelolaan dan pemberdayaan wakaf tunai yaitu : fikih wakaf fleksibel, munculnya lembaga ekonomi syari’ah, minat masyarakat islam akan ekonomi syari’ah, dan banyaknya penduduk muslim golonganmampu, serta mendapat bantuan dari pemerintah.
5.      hambatan pengelolaan dan pemberdayaan wakat tunai yaitu : kebukuan pemahaman umat muslim tentang wakaf, nadzhir yang tradisional, kurang bantuan pemerintah daerah dan krisis ekonomi.



[1] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah, Jilid 4, Penterjemah Nor Hasanuddin, dkk, Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2007 h 423 
[2] Depag RI, Fiqih Waqaf, Jakarta : Direktorat Jendral Bimbingan MAsyarakat Islam, 2007, h 1
[3] Depag RI Paradigma BAru Waqaf di Indonesia, Jakarta : Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2007 h 1  
[4] Depag RI, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Buku III, Jakarta, 2007, h 4 
[5] Depag RI, Undang-Undang No 41 Tahun 2004 tentang Waqaf Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaannya, Jakarta : Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2007, h 3
[6] Depag RI Stategi Pengembangan Waqaf Tunai di Indonesia, Jakarta : Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2007, h 8
[7] Depag RI, Paradigma Baru Waqaf, h 137
[8] Achmad  Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, Depok : Mumtaz Publishing, 2007 h 71-72
[9] Depag RI Paradigma Baru Wakaf, h 137 
[10] Depag RI Pedoman Pengelolaahn Wakaf Tunai, Jakarta : Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2007, h 4 
[11] Junaidi dan Thobieb, Op. Cit. h 89-92.
[12] Ibid, 93-97
[13] Ibid h 77-100
[14] Ibid, h 101-103
[15] Mannan, Sertifikat Wakaf Tunai, Depok : Ciber, 2007, h 36  
[16] Ibid, h 37
[17] Depag RI Fiqih Wakaf, h 97
[18] Junaidi dan Thobieb, Op. Cit, h 65-86
[19] Ibid, h. 47-59 
 
sumber www.google.com

0 komentar:

Post a Comment