WAQAF TUNAI
PELUANG DAN TANTANGANNYA
Oleh : Adi Hasan Basri 
A. Pendahuluan
Ketika
 diutarakan kata “Wakaf” maka kerap sekali kata-kata itu diarahkan 
kepada suatu benda yang tidak bisa bergerak, seperti waqaf tanah, 
bangunan, pohon untuk diambil manfaatnya, dan lain sebagainya. 
Seperti
 yang terjadi pada pemahaman kebanyakan masyarakat, bahwa waqaf itu 
hanya dapat dilakukan dalam bentuk benda yang tidak bergerak. Seperti 
orang mewaqafkan tanah untuk kepentingan sekolah atau madrasah. 
Akhir-akhir
 ini muncul pembahasan tentang waqaf dalam bentuk barang yang bergerak 
yang mana kebanyakan orang menyebut dengan Waqaf Tunai atau Cash Waqf. 
Masyarakat muslim khususnya yang ada di Indonesia masih banyak yang 
belum memahami apa yang dimaksud dengan waqaf tunai dan bagai mana 
masyarakat dapat melakukan waqaf tersebut. 
Untuk
 dapat memahami tentang wacana yang berkembang dalam hukum islam maka 
sehendaknya masyarakat turut mengikuti perkembangan dari pada hukum itu 
sendiri, masyarakat hendaknya senantiasa menambah wawasan baru yang 
selalu dibahas dalam forum-forum tertentu. 
Untuk
 menambah pengetahuan dari pada penulis dan serta memberika sosialisasi 
terhadap masyarakat maka dalam makalah ini penulis akan membahas tentang
 apa yan dimaksud dengan waqaf tunai, dasar hukum dari pada waqaf tunai,
 strategi pengelolaan waqaf tunai, serta peluang dan hambatannya tak 
lupa hikmah dari pengelolaan dan pemberdayaan waqaf tunai. 
B.      Waqaf Tunai 
1.      Pengertian Waqaf Tunai 
Scara bahasa kata Waqaf berarti Habs yang artinya menahan. Hal ini sebagaimana perkataan seorang Waqafa Yaqifu Waqfan, artinya Habasa Yahbisu Habsan. Sedangkan secara syara’ yagn dimaksud dengan waqaf adalah menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah.[1]
Kata Waqafa Yaqifu Waqfan, sama artinya dengan Habasa Yahbisu Habsan. Dan kata Al-Waqf dalam bahasa arab mengandung beberapa pengertian, Yaitu[2] : 
Artinya : “Menahan, Menahan harta untuk diwaqafkan, tidak dipindah milikkan.”
Dalam
 peristilahan syara’ secara umum, waqaf adalah sejenis pemberian yang 
pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal (Tahbisul
 Ashli), lalu menjadikan manfaatnya itu agar tidak diwariskan, dijual, 
dihibahkan, digadaikan, disewakan dan sejenisnya. Sedangkan cara 
pemanfaatannya adalah menggunakan sesuai dengan kehendak pemberi waqaf 
tanpa imbalan. [3]
Sedangkan
 menurut Kompilasi Hukul Islam di Indonesia pada buku III, Hukum 
Perwaqafan pasal 215, maka Waqaf adalah : “Perbuatan hukum seseorang 
atau kelompok orang atau badan hukum yang memindahkan sebagian 
darimiliknya dan melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan 
ibadah atau keperluan umum sesuai dengan ajaran Islam.[4] 
Sedangkan
 dalam buku UU RI NJo. 41 than 2004 tentang Waqaf pada Bab I diterangkan
 pengertian waqaf adalah “Perbuatan hukum waqif untuk memisahkan dan 
atau menyerahkan sebagaian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan 
selamanya dan atau untuk jangkan waktu tertentu sesuai dengan 
kepentingan guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut 
syari’ah.[5]
Berdasarkan
 beberapa pengertian tentang waqaf tersebut baik secara bahasa maupun 
istilah, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan waqaf adalah 
perbuatan hukum seseorang atau badan hukum atau kelompok atau kelompok 
orang yang menyisihkan sebagaian dari harta miliknya untuk diambil 
hasilnya atau dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. 
Merujuk
 pada pengertian waqaf tersebut dapat dipahami bahwa bentuk benda yang 
dapat diwakafkan dapat berupa apa saja asalkan dapat diambil manfaatnya 
bagi kepentingan mensejahteakan orang banyak. Akan tetapi di kalangan 
masyarakat waqaf yang sangat popular adalah masih terbatas pada 
persoalan tanah dan bangunan yang diperuntukan untuk tempat ibadah. 
Dewasa ini ada waqaf bentuk baru yang berbentuk tunai atau Cash, yang biasa disebut dengan waqaf tuani atau Cash waqf yang
 ditawarkan oleh Prof. MA Mannan, Ahli Teori ekonomi dari Bangladesh. 
Yang dimaksud dengan waqaf tuani adalah benda bergerak yang manfaatnya 
untuk kepentingan pendidikan, riset, rumah sakit, pemberdayaan ekonomi 
lemah dan lain-lain. [6]
 sedangkan menurut ketetapan fatwa MUI tentang wakaf tuani yang dimaksud
 dengan waqaf tunai atau waqf al-Nuqud adalah “waqaf yan dilakukan 
seseorang, kelompok orang atau Lembaga dan badan hukum dalam bentuk uang
 tunai”.[7]
 Konsep waqaf tuani dapat diinfakkan dalam bentuk uang tunai, harta 
lancer yang berupa modal financial yang disimpan di bank-bank atau 
lembaga keuangan, atau berupa saham perusahaan yang hasilnya dapat 
dipergunakan untuk kemaslahatan umat. [8]
Dengan
 demikian wakaf tunai merupakan wakaf dalam bentuk benda bergerak yang 
minimal pelaksanaannya dalam bentuk uang. Secara ekonomi wakaf tunai 
sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia, karena dengan model 
wakaf ini daya jangkauan mobilisasinya akan jauh lebih merata  kepada 
sebagian anggota masyarakat dibandingkan dengan model wakaf 
tradisional-konvensional, yaitu dalam bentuk harta fisik yang biasannya 
dilakukan oleh keluarga yang terbilang relative mampu (kaya).
Wakaf
 tuan dapat dilakukan oleh siapa saja, karena wakif tidak memerlukan 
jumlah uang yang besar untuk dibelikan tanah. Wakaf dapat diberikan 
dalam satuan –satuan yang kecil, misalnya di Indonesia, sebuah 
sertifikat wakaf tuani yang dikelurkan oleh sebuah lembaga wakaf resmi 
dapat dibayar menurut satuan Rp. 5.000,- ini memungkinkan partisipasi 
atau memperluas jumlah wakif. Dengan demikian wakaf tunai sangat perlu 
disosialisasikan di Indonesia demi memberantas kemiskinan dan 
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, umat islam khususnya. 
2.      Dasar Hukum Wakaf Tunai 
Menurt
 fatwa MUI tentang wakaf tunai yang ditetakan di Jakarta pada tanggal 11
 Mei 2002, menetapkan bahwa hukum wakaf tunai adalah jawaz atau boleh [9] dengan dasar hukum : 
a.       Al-Qur’an 
Allah telah mensyari’atkan wakaf, menganjurkan dan menjadikan sebagai salah satu cara pendekatan diri kepada Allah.
Surat Al-Hajj ayat 77 : 
Artinya : “Perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapatkan kemenangan.” (Al-Hajj ; 77) 
Surat Ali Imran ayat 92 : 
Artinya
 : Kamu Sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), 
sebelum kamu menafkahkan sebagaian harta yang kamu cintai. Dan apa saja 
yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Al-Imran :
 92) 
Surat Al-Baqarah ayat 261 : 
Artinya
 : “Perumpamaan (Nafkah yang dikeluarkan oleh) Orang yang menafkahkan 
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan benih yang menumbuhkan 
tujuh butri, pada setiap butir-butir seratus biji allah melipatgandakan 
(ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki dan Allah Maha Luas 
(Karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui )Al-Baqarah : 261) 
b.      Hadist Nabi SAW 
Artinya
 : Dari Abu Hurairah ra, Sesungguhnya Rasulullah SAW, bersabda ; Apabila
 anak adam Manusia meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga 
perkara yaitu shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang
 mendoakan orang tuanya. (H.R Muslim) 
Artinya
 : Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, ia berkata kepada Nabi Muhammad SAW, 
saya mempunyai seratus saham di khaibar, belum pernah saya mendapatkan 
harta yang lebih saya kagumi melebihi itu, saya bermaksud 
menyedekahkannya. Nabi SAW berkata :Tahanlah pokoknya dan sedekahkan 
buahnya pada sabililah (H.R An Nasa’i) 
c.       Pendapat Ulama 
Imam
 Bukhori Mengungkapkan bahwa imam Az-Zuhri berpendapat dinar dan dirham 
boleh diwaqafkan, caranya adalah dengan menjadikan dinar dan dirham itu 
sebagai modal usaha/ dagang kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai 
wakaf.[10]
Wahab
 Az-Zuhaili juga mengungkapkan bahwa mazahb hanafi membolehkan wakaf 
tunai sebagai pengecualian atas dasar istihsan bi al-Urfi, karena sudah 
banyak dilakukan masyarakat, yang dilakukan dengan cara mudhorobah dan 
keuntungannya disedekahkan kepada pihak wakaf. 
3.      Stategi pengelolaan Wakaf Tunai 
Menurut Djunaidi dan Thobieb Strategi yang dapat dilakukan dalam mengelola waqaf tunai yaitu : 
a.       Regulasi peraturan perundang-undangan perwakafan. 
Peraturan
 perundang-undangan tentang wakaf sebelum lahir UU No 41 tahun 2004 
yaitu PP No 28 Tahun 1977 dan UU no 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar
 pokok Agraria, hanya mengatur benda-benda wakaf tidak bergerak dan 
diperuntukan lebih banyak untuk kepentingan ibadah mahdhah, seperti 
masjid, pesantren, kuburan dan lain-lain. Karena keterbatasan 
cakupannya, peraturan perundang-undangan perwakafan diregulasi agar 
perwakafan dapat diberdayakan dan dikembangkan secara lebih produktif.[11]
b.      Pembentukan Badan Wakaf Indonesia 
Wakaf
 memerlukan manajemen tersendiri dalam baitul Mal. Untuk konteks 
indonesi, lembaga wakaf yang secara khusus akan mengelola dana wakaf dan
 berpotensi secara nasional berupa Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang 
bertugas mengkordinir nadzir-nadzir yang sudah ada dan mengelola secara 
mandiri terhadap harta wakaf yang dipercayakan kepadanya, khususnya 
wakaf tunai. Fungsi BWI ini diharapkan dapat membantu baik dalam 
pembiayaan maupun pengawasan terhadap para nadzhir untuk dapat melakukan
 pengelolaan wakaf khusunya wakaf tunai secara produktif.[12] 
Untuk
 itu, dalam BWI diperlukan sumber daya manusia yang berkompeten, 
berdedikasi tinggi dan memiliki komitmet dalam pengembangan wakaf serta 
memahami masalah wakaf. 
c.       Optimalisasi UU otonomi daerah dan Perda 
Otonomi
 daerah sangat memberikan peluang bagi pengembangan dan pemberdayaan 
pengelolaan wakaf. Di samping itu, yang di butuhkan oleh masing-masing 
daerah adalah terdapatnya visi kedaerahan yang berorientasi pengentasan 
kemiskinan melalui cara-cara yang islami.[13]
Jika
 masing-masing daerah yang memiliki sumber daya daerah yang cukup 
memadai, maka bukan tidak mungkin bahwa lembaga perwakafan dibentuk 
melalui Peraturan Daerah (Prda) dan khusus mengatur tentang kemungkinan 
dan kelayakan wakaf, baik yang menyangkut wakaf konvensional, wakaf uang
 dan bentuk wakaf lainnya. 
d.      Pembentukan Kemitraan Usaha 
Untuk
 Mendukung keberhasilan pengembangan aspek produktif dana-dana wakaf 
tunai perlu diarahkan pemanfaatan dana tersebut kepada sector usaha yang
 produktif dengan lembaga usaha yang memiliki reputasi yang baik. Salah 
satu caranya adalah dengan membentuk dan menjalin kerjasama dengan 
perusahaan modal Ventura. 
Beberapa pertimbangan atas pemilihan antara lain : 
Ø  Bentuk
 dan Mekanisme kerja perusahaan modal ventura sangat sesuai dengan model
 pembiayaan dalam system keuangan islam, yaitu mudhorobah. 
Ø  Dana yang berasal dari wakaf tunai dapat digunakan untuk jangka waktu yang relative panjang dalam bentuk penyertaan.
Ø  Dapat
 membangun hubungan bisnis yang relative intensif dan berkesinambungan 
antara lembaga wakaf dan perusahaan modal ventura sehingga memungkinkan 
terjaminya perkembangan usaha bagi kedua belah pihak. 
Ø  Aspek pengawasan penyertaan dana pada perusahaan modal ventura menjadi lebih mudah.[14]
Selain
 bekerjasama dengan perusahaan modal ventura dalam mengelola 
danmengembangkan dana waqaf tunai, bisa juga dengan bekerjasama dengan 
lembaga perbankan syari’ah, lembaga investasi usaha, investasi 
perseorangan yang memiliki modal cukup, lembaga perbankan internasional,
 lembaga swadaya masyarakat, dan lain sebagainya. 
e.       Penerbitan Sertifikat Wakaf Tunai 
Serifikat
 wakaf tunai dimaksudkan sebagai instrument pemberdayaan keluarga kaya 
dalam memupuk interaksi sosial sekaligus mewujudkan kesejahteraan 
Sosial. [15]
Selain
 itu dengan sertifikat wakaf tunai mengubah kebiasaan lama di mana 
kesempatan waqaf seolah-olah hanya untuk orang-orang kaya saja. Karena 
sertifikat wakaf tunai seperti yang diterbitkan oleh lembaga pengelola 
zakat dapat terbeli oleh sebagian besar masyarakat muslim. Bahkan 
sertifikat tersebut dapat dibuat dalam pecahan yang lebih kecil.[16]
 Dengan demikian sertifikat wakaf tunai diharapkan dapat menjadi sarana 
bagi rekonstruksi sosial danpembangunan, dimana mayoritas penduduk dapat
 ikut berpartisipasi. 
4.      Strategi Pemberdayaan Wakaf Tunai 
Untuk
 mengelola, memberdayakan dan mengembangkan wakaf tunai yang strategis, 
tentu saja menjadi persoalan yang cukup serius. Karea itu diperlukan 
strategi Rill agar bagaimana wakaf tunai tersebut dapat segera 
diberdayakan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat banyak. Strategi
 Rill dalam memberdayakan wakaf tunai adalah dengan kemitraan. 
Dengan
 demikian pemberdayaan dalam wakaf tunai sangat membutuhkan kerja sama 
dengan semua pihak seperti pemerintah, ulama, kaumprofesional, 
cemdekiawan, pengusaha, arsitektur, perbankan, lembaga-lembaga bisnis, 
lembaga penjamin dan keuangan syari’ah serta masyarakat umum, khusunya 
umat islam di seluruh Indonesia. [17]
Dengan
 Strategi yang demikian potensi wakaf akan mempunyai peranan yag cukup 
penting dalam tatanan ekonomi nasional terlebih disaat Indonesia sedang 
mengalami krisis yang sangat memprihatinkan. Namun yang jelas dalam 
memberdayakan wakaf tunai ini diperlukan profesionalisme dan intergritas
 pengelola wakaf yang didukung oleh semua pihak yang berkepentingan, 
khususnya pemerintah yang memegang seluruh kebijaksanaan strategis. 
Sehinga dengan demikian wakaf khususnya wakaf tunai bukan saja menjadi 
rangkaian doktrin keagamaan yang tersentuh oleh semua penafsiran baru, 
namun wakaf mampu menjawab berbagai problematika sosial yan deialami 
oleh umat manusia. 
5.       Peluang dan tantangan pengelolaan dan pemberdayaan wakaf tuani 
a.       Peluang pengelolaan dan pemberdayaan wakaf tunai.
ü  Konsep
 fikih wakaf yagn fleksibel yaitu terbuka terhadap penafsiran-penafsiran
 baru, dinamis, sehingga wakaf merupakan potensi yang cukup besar untuk 
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan zaman. 
ü  Banyaknya
 jumlah penduduk muslim kelas menengah ke atas di Indonesia merupakan 
potensi yang sangat besar untuk merealisasikan wakaf tunai. 
ü  Tumbuhnya minat masyarakat untuk menggali potensi system ekonomi syari’ah. 
ü  Banyaknya
 bermunculan lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan syari’ah yang mendidik
 sumber daya manusia yang berkualitas baik, bersamaan dengan semangat 
yang tinggi untuk menerapkan system ekonomi syari’ah. [18]
b.      Tantangan Pengelolaan dan pemberdayaan wakaf tunai
ü  Kebekuan
 umat islam terhadap paham wakaf, seperti keyakinan sebagian umat Islam 
bahwa harta wakaf tidak boleh ditukar dengan alasan apapun, kebanyakan 
masyarakat mempercayakan harta wakafnya kepada seseorang yang dianggap 
tokoh dalam lingkungannya yang tidak diketahui persis kemampuannya yang 
madzir tersebut, dan harta yang diwakafkan adalah harta yang tidak 
bergerak.
ü  Kebanyakan nadzir wakar yang masih tradisional.
ü  Pengaruh krisis ekonomi politik dalam negeri. [19]
C.     Kesimpulan 
Berdasarkan uraian di atas dalam pembahasan tersebut, maka pemakalah mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 
1.      Wakaf
 tunai atau waqaf an-Nuqud adalah waqaf yang dialakuakan seseorang, 
kelompok orang atau lembaga dan badan hukum dalam bentuk uang tunai. 
2.      Dasar Hukum dari wakaf tunai adalah al-Qur’an, Hadist nabi SAW, Ijtihad pada ulama dan peraturan pemerintah/ undang-undang. 
3.      Strategi
 pengelolaan wakaf yaitu dengan cara Regulasi peraturan 
perundang-undangan perwakafan, Pembentukan Badan Wakaf Indonesia, 
Optimalisasi UU otonomi daerah dan Perda, Pembentukan Kemitraan Usaha, 
Penerbitan Sertifikat Wakaf Tunai. 
4.      Peluang
 pengelolaan dan pemberdayaan wakaf tunai yaitu : fikih wakaf fleksibel,
 munculnya lembaga ekonomi syari’ah, minat masyarakat islam akan ekonomi
 syari’ah, dan banyaknya penduduk muslim golonganmampu, serta mendapat 
bantuan dari pemerintah. 
5.      hambatan
 pengelolaan dan pemberdayaan wakat tunai yaitu : kebukuan pemahaman 
umat muslim tentang wakaf, nadzhir yang tradisional, kurang bantuan 
pemerintah daerah dan krisis ekonomi. 
[1] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah, Jilid 4, Penterjemah Nor Hasanuddin, dkk, Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2007 h 423  
[2] Depag RI, Fiqih Waqaf, Jakarta : Direktorat Jendral Bimbingan MAsyarakat Islam, 2007, h 1 
[3] Depag RI Paradigma BAru Waqaf di Indonesia, Jakarta : Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2007 h 1   
[4] Depag RI, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Buku III, Jakarta, 2007, h 4  
[5] Depag RI, Undang-Undang No 41 Tahun 2004 tentang Waqaf Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaannya, Jakarta : Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2007, h 3 
[6] Depag RI Stategi Pengembangan Waqaf Tunai di Indonesia, Jakarta : Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2007, h 8 
[7] Depag RI, Paradigma Baru Waqaf, h 137 
[8] Achmad  Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, Depok : Mumtaz Publishing, 2007 h 71-72
[9] Depag RI Paradigma Baru Wakaf, h 137  
[10] Depag RI Pedoman Pengelolaahn Wakaf Tunai, Jakarta : Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2007, h 4  
[11] Junaidi dan Thobieb, Op. Cit. h 89-92. 
[12] Ibid, 93-97 
[13] Ibid h 77-100 
[14] Ibid, h 101-103 
[15] Mannan, Sertifikat Wakaf Tunai, Depok : Ciber, 2007, h 36   
[16] Ibid, h 37 
[17] Depag RI Fiqih Wakaf, h 97 
[18] Junaidi dan Thobieb, Op. Cit, h 65-86

0 komentar:
Post a Comment